Jakarta CNBC Indonesia - Krisis listrik melanda negeri Tirai Bambu, China dan membuat sejumlah perusahaan tekonologi diminta untuk menghentikan produksi mulai Minggu hingga Kamis mendatang. Dalam pengajuan ke Bursa Saham Taiwan pada Senin 27 September kemarin sejumlah perusahaaan pemasok suku cadang untuk produsen mobil Tesla diminta untuk menghentikan produksi minggu ini. Ditahun 1991, bisnis bumbu makanan mulai dari kecap, sambal dan bumbu instan mulai dijalani. Pada tahun 2005 PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia (NICI) didirikan sebagai perusahaan patungan 50% milik Nestlé SA dengan, dengan tanggung jawab untuk pemasaran produk hanya kuliner. Pada tahun 2007 Sirup Indofood ramah diperkenalkan ke pasar. Kebijakanyang difokuskan saat krisis ekonomi Indonesia tahun 2008 diantaranya adalah sebagai berikut. Mengembalikan kepercayaan pasar dengan pasar modal, yang dilakukan menggunakan program pembelian kembali saham-saham BUMN Stabilitas nilai tukar rupiah, yang dilakukan menggunakan kebijakan pengendalian impor serta mendorong peningkatan ekspor Perusahaanyang kini menjadi bagian dari group Djarum ini sempat gonjang ganjing pada masa krisis 1997-1998. Ketika itu, penarikan dana besar-besaran membuat cash flow perusahaan ini sempat terganggu sebelum akhirnya dikendalikan penuh oleh pemerintah melalui Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA). Vay Nhanh Fast Money. Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengatakan setiap krisis memberikan pembelajaran, termasuk krisis pandemi covid-19 yang saat ini masih melanda seluruh dunia. Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam webinar Beasiswa LPDP 2022, dengan tema “Berkontribusi bersama LPDP, Menyongsong Transformasi Diri dan Kemajuan Negeri,” Jumat 25/2/2022. Komisi XI Setujui Anggaran Kemenkeu 2024, Ini Pinta Sri Mulyani ke Anak Buah Momen Menkeu Sri Mulyani Heran, Ganti Pagar Puskesmas Pakai Anggaran Stunting Momen Kocak Sri Mulyani dan Mensesneg Jadi Wartawan, Ndeprok di Depan Jokowi “Dalam 30 tahun terakhir saja kita melihat 3 krisis besar pernah menghantam Indonesia, tahun 97- 98 waktu itu kita menghadapi krisis keuangan yang luar biasa yang melanda Indonesia,” kata Menkeu Sri Mulyani. Pada saat itu, terjadi krisis perbankan yang menyebabkan Republik Indonesia harus melakukan langkah yang luar biasa dengan sebuah bailout atau dana talangan yang begitu sangat besar. “Itulah yang sampai hari ini kalau kalian masih suka mendengar berita mengenai bagaimana pemerintah mencoba mendapatkan kembali bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI itu adalah warisan dari krisis 97-98,” ujarnya. Kendati begitu, Pemerintah kemudian melakukan perbaikan tidak hanya sekadar bangkit, perbaikan dilakukan dengan berbagai macam reformasi, salah satunya reformasi di bidang keuangan negara. Pengelolaan APBN menjadi jauh lebih transparan menggunakan standar-standar internasional dan bisa terus menjadi instrumen fiskal yang mengatasi masalah-masalah pembangunan. Lahirnya undang-undang keuangan negara, undang-undang perbendaharaan negara, undang-undang tentang BPK, merupakan buah dari krisis tahun 1997-1998. Menkeu menjelaskan, Kementerian keuangan adalah salah satu institusi yang dipaksa untuk melakukan reformasi, karena adanya krisis 1997-1998. * Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang Pusat Statistik BPS melaporkan adanya penurunan pengeluaran para orang kaya di kota maupun desa. Secara angka, pengeluaran orang kaya turun dari 48,25 persen pada Maret menjadi 47,84 persen pada September 2015. Wabah COVID-19 telah mengganggu roda perekonomian global termasuk di Indonesia, beberapa usaha mengalami penurunan penjualan barang atau jasa atau malah menghentikan operasi. Tidak berlebihan jika banyak ahli ekonomi yang memprediksi bahwa Indonesia di ambang krisis keuangan. Krisis keuangan merupakan gangguan arus keuangan yang signifikan antara pemberi pinjaman dan peminjam. Biasanya krisis keuangan ditandai dengan kepanikan investor menjual atau menarik aset keuangannya karena takut nilai asetnya akan terus menerus jatuh. Dampak krisis keuangan mengakibatkan semakin sulitnya mendapatkan pembiayaan dan terhambatnya penyelesaian transaksi. Saat ini mungkin terlalu dini mengatakan bahwa krisis keuangan telah terjadi, namun ketidakpastian kapan berakhirnya wabah COVID-19 semakin memperbesar peluang terjadinya krisis. Setidaknya ada dua faktor yang akan memicu krisis keuangan di Indonesia di tengah pandemi COVID-19. 1. Arus dana keluar Tiga dekade terakhir, Indonesia pernah dua kali dihantam krisis keuangan, yakni krisis keuangan Asia Timur pada 1997/1998 yang di picu oleh spekulan mata uang baht Thailand dan krisis keuangan global pada 2008 yang dipicu runtuhnya pasar properti di Amerika Serikat AS. Dari dua krisis tersebut, Indonesia selalu saja didera arus dana keluar secara masif. Kini, hal itu terulang kembali. Para investor yang menanamkan dananya di Indonesia dalam bentuk saham dan surat berharga rupiah akhir-akhir ini mulai melepas kepemilikannya dan bergegas mencari dolar AS. Dana tersebut kemudian dibawanya pergi ke luar negeri. Hal ini dapat terlihat dari keruntuhan bursa saham Indonesia IHSG, peningkatan imbal hasil Surat Utang Negara SUN, dan pelemahan kurs rupiah dalam waktu singkat. Sejak awal tahun hingga akhir Maret 2020, IHSG mencatatkan penurunan sebesar 27% dan merupakan salah satu penurunan terdalam di kawasan Asia. Imbal hasil SUN di berbagai tenor rata-rata melonjak lebih dari 1% dalam 2 bulan terakhir. Imbal hasil yang meningkat merupakan konsekuensi dari turunnya harga SUN akibat banyaknya investor yang menjual surat berharganya. Kurs rupiah terhadap dolar AS pun terus melemah sampai sebesar 17%. Ini berarti orang-orang memburu dolar AS bukan untuk cari untung, namun karena alasan mudah untuk di perjualbelikan. Derasnya arus dana keluar ini membuat suplai dana di dalam negeri menyusut. Efeknya, perusahaan-perusahaan yang sedang membutuhkan dana akan kesulitan memperolehnya dari perbankan domestik karena mereka akan lebih memilih mempertahankan dananya daripada melepasnya ke pasar. Kalaupun ada bank yang sanggup memberikan, biaya pinjamannya akan meningkat. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, apabila permintaan lebih banyak daripada penawaran maka harga naik. 2. Kredit macet Meningkatnya kredit macet di dunia usaha atau sektor riil juga bisa memicu krisis keuangan di Indonesia. Perusahaan mapan dan juga Usaha Kecil Menengah UMKM yang tengah mengambil kredit berpotensi besar terlambat mengangsur cicilannya atau bahkan tidak bisa membayar sama sekali gagal bayar. Kasus gagal bayar akan banyak dialami misalnya oleh hotel-hotel yang saat ini terpukul hebat akibat turunnya jumlah turis karena COVID-19. Sudah hampir 700 hotel ditutup sementara dan saat ini kamar hotel di Indonesia yang terisi hanya 9%. Ini merupakan penurunan drastis dibanding tahun lalu ketika rata-rata hotel di Jakarta dan Bali terisi di atas 50%. Sebagian dari perusahaan yang gagal bayar mungkin akan memperpanjang masa pinjamannya atau mencari pinjaman baru untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Di sisi lain, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS turut mempersulit perusahaan-perusahaan yang meminjam dalam dolar AS namun pendapatannya datang dari rupiah. Akibatnya, cicilan mereka menjadi relatif lebih mahal dan memperburuk risiko kredit macet. Situasi seperti ini selanjutnya akan mengganggu ketersediaan dan kelancaran dana di sektor perbankan. Bear market. mikecohen/flickr, CC BY Tantangan krisis ketika pandemi Tantangan lainnya adalah informasi tentang adanya krisis keuangan yang datang dari sektor riil kemungkinan besar akan terlambat di dapatkan oleh otoritas sektor keuangan. Hal ini terjadi karena informasi dari sektor riil lebih lama di kumpulkan dan biasanya dilaporkan setiap tiga bulan sekali, tidak seperti data-data di pasar saham yang bisa dilihat secara harian. Hal ini bisa menyebabkan keterlambatan penanganan dari otoritas keuangan. Akibatnya pengawas sektor keuangan akan menghadapi situasi yang lebih menantang dan ruang kebijakan penanganan krisis yang lebih terbatas. Hal ini karena kedua krisis sebelumnya masih berada dalam koridor sektor keuangan sehingga kebijakan untuk mengatasi krisis sepenuhnya berada di dalam kendali otoritas sektor keuangan. Kali ini otoritas sektor keuangan tidak memiliki kekuatan untuk menutup penyebab krisis, yakni mengakhiri kelesuan di sektor riil karena COVID-19. Otoritas sektor keuangan hanya bisa berharap kepada pemerintah beserta para ahli dan tenaga kesehatan untuk segera memutus mata rantai penularan wabah agar sektor riil kembali bangkit. Pada akhirnya, otoritas sektor keuangan, yakni yakni Bank Indonesia BI, Otoritas Jasa Keuangan OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS, hanya dapat menerapkan strategi bertahan dalam bagaimana meminimalkan besarnya krisis keuangan. Rekomendasi untuk otoritas sektor keuangan Lantas apa yang dapat dilakukan otoritas sektor keuangan beserta pembuat kebijakan terkait untuk memitigasi krisis keuangan? Pertama, Badan Pusat Statistik dapat memberikan dukungan data-data kunci di sektor riil yang lebih cepat dengan melakukan survei tambahan dengan frekuensi data yang lebih pendek dan sampel data yang lebih sedikit. Walaupun hal ini meningkatkan kemungkinan kesalahan data, namun kebijakan bisa dibuat lebih cepat. Kedua, BI dapat menurunkan tingkat suku bunga acuan agar arus uang terjaga dan beban bunga menurun. Akan tetapi, BI jangan kebablasan menurunkan suku bunga acuan karena apabila suku bunga acuan mendekati atau berada di 0% maka BI tidak bisa lagi menurunkan bunganya dan menarik masyarakat lebih banyak membelanjakan uangnya daripada menabung. Walaupun beberapa bank sentral di Eropa dan Jepang mencoba membuat suku bunganya negatif, banyak ekonom skeptis akan kesuksesan kebijakan tersebut sebab melawan akal sehat. Apabila deposan dikenakan biaya atas simpanannya dan peminjam diberikan uang atas pinjamannya maka menyebabkan penarikan uang besar-besaran di bank. Benar saja, kebijakan suku bunga negatif hanyalah sebatas membuat bank membayar simpanannya kepada bank sentral dan bank tidak benar-benar menerapkannya kepada nasabahnya. Jika keadaan belum membaik, BI lebih baik menggunakan kebijakan fasilitas diskonto atau memberikan kredit kepada bank untuk mengatasi kesulitan dana. Ketiga, OJK harus memperketat pengawasan kondisi arus dana perbankan, terutama kelompok bank dengan modal inti kecil yang dalam dua episode krisis terakhir mendapatkan tekanan terhebat. OJK dapat menganjurkan bank-bank untuk menerbitkan obligasi untuk memperkuat ketersediaan dana. OJK juga harus memastikan tidak ada bank gagal di kala krisis agar tidak terjadi bank panic. Keempat, Kementerian Keuangan dapat menurunkan tarif Pajak Penghasilan PPh Final atas bunga simpanan di perbankan sebagai insentif agar para nasabah tidak menarik atau memindahkan dananya secara berlebihan. Kelima, LPS harus memperketat pengawasan kepada bank-bank yang masih menetapkan tingkat bunga melebihi batas penjaminan. Selain itu, LPS dapat menaikkan jumlah saldo simpanan yang dijamin untuk menjaga psikologis nasabah bahwa uang yang disimpannya di bank relatif aman. Bukan rahasia lagi, bisnis punya sederet risiko. Salah satu risiko itu adalah menghadapi krisis perusahaan atau company crisis. Kadang kala, ada pula yang menyebutnya krisis bisnis alias business crisis. Memangnya, apa pengertian dari istilah ini? Apa saja bentuk-bentuknya? Jawabannya ada di dalam artikel ini. Simak selengkapnya, yuk! Mengenal Krisis Perusahaan Kata Nibusinessinfo, business crisis merupakan kejadian yang mengganggu jalannya bisnis. Krisis ini kerap muncul secara tiba-tiba. Ia juga mengancam jalannya perusahaan. HubSpot juga punya definisi serupa. Company crisis muncul kala masalah mengganggu atau mengancam stabilitas perusahaan. Masalah ini bisa muncul dari dalam atau luar perusahaan. Kadang kala, ia membesar hingga perusahaan sulit mengontrol dan menyelesaikannya. Ada tiga ciri-ciri krisis perusahaan, di antaranya adalah masalah mengancam perusahaan dari dekat membuat pekerja perusahaan kaget menuntut bisnis mengeluarkan keputusan efektif Biar bagaimanapun, krisis kerap kali sulit dihindari. Oleh karena itu, kamu wajib punya rencana manajemen krisis, bahkan tim penanganan khusus untuknya. Nantinya, semua itu tidak hanya membantumu mempersiapkan dan menyelesaikan krisis. Ia juga bisa jadi pedoman penentuan apakah sebuah masalah merupakan krisis atau bukan. Ingat, semua itu demi pengembangan bisnis dan perusahaan. Jenis-Jenis Krisis Perusahaan Nah, krisis bagi bisnis sendiri bisa bermacam-macam. Dirangkum dari Marketing91, bentuk atau contoh krisis perusahaanitu di antaranya 1. Krisis teknologi Di masa kini, bisnis banyak bergantung pada teknologi. Semua proses produksi hingga pelayanan konsumen dilakukan lewat bantuan IT. Coba kamu bayangkan, bagaimana jika teknologi ini mengalami masalah? Kita ambil layanan konsultasi kesehatan online sebagai contoh. Bagaimana jika internet mendadak mati berjam-jam? Company crisis ini tentu bisa menghalangi jalannya layanan itu. 2. Krisis finansial Krisis perusahaan jenis ini terjadi jika perusahaan mendadak kehilangan banyak uang. Kebangkrutan, penurunan pemasukan, inflasi, hingga tren yang berubah mendadak termasuk di dalamnya. Katanya, krisis yang satu ini bisa membuat reputasi perusahaan hancur. Jadi, jangan sampai masalah ini terjadi padamu, ya! 3. Krisis alam Ingat, kita hidup berdampingan dengan alam. Mau tak mau, masalah yang terjadi di sana juga harus kamu hadapi. Masalah yang termasuk krisis alam di antaranya gempa bumi, gunung meletus, banjir, badai, dan bencana alam lainnya. 4. Krisis kebencian Konon, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya. Hal ini juga berlaku di dunia bisnis. Kesuksesan perusahaan bisa menciptakan kompetisi dengan perusahaan lainnya. Tentu saja, jika dilakukan secara sehat, hal ini bukan masalah. Sayangnya, dunia nyata tidak seindah itu. Ada saja orang yang bersaing denganmu lewat cara yang kurang patut. Nah, cara ini bisa beragam. Mereka bisa menyebarkan gosip tentangmu, hingga meretas website atau aplikasimu. Inilah yang bisa memicu krisis perusahaan. 5. Bocornya rahasia perusahaan Semakin besar, perusahaan tentu punya semakin banyak pekerja. Ini adalah hal yang bagus. Sebab, banyak membutuhkan tenaga bisa jadi indikator perkembangan perusahaan. Sayangnya, punya banyak pekerja bisa memicu company crisis, lho. Pasalnya, rahasia perusahaanmu diketahui oleh banyak pekerja itu. Ada risiko mereka menyebarkannya, baik sengaja maupun tidak. Oleh karena itu, selalu hati-hati, ya! 6. Krisis konfrontasi Jenis krisis selanjutnya mirip dengan krisis PR. Nama krisis itu adalah krisis konfrontasi. Misalnya, tiba-tiba, ada seseorang atau sekelompok orang yang melawan perusahaanmu. Mereka ingin tuntutan mereka didengarkan. Bentuknya tak selalu berupa serangan langsung. Boikot, blokade, pemberian ultimatum, hingga penghancuran aset juga masuk di dalam company crisis ini. Ingat, krisis perusahaan adalah masalah yang tak boleh kamu sepelekan. Selalu siapkan dirimu menghadapi beragam krisis yang mengancam, ya! Kamu bisa mempelajari teknik persiapan krisis di Glints ExpertClass. Glints ExpertClass adalah kelas dengan pembahasan berbagai industri kerja. Dunia bisnis juga ada di sana, lho. Pematerinya juga bukan orang sembarangan. Mereka adalah ahli dengan pengalaman tahunan. Jadi, tunggu apa lagi? Ikut kelasnya sekarang, yuk! Business continuity and crisis management 5 Types of Crisis Your Company Could Face and Protect Against 8 Different Types Of crisis Lebih dari 70% responden, baik dari level global maupun Indonesia, mengatakan bahwa bisnisnya terkena dampak negatif pandemi COVID-19 20% responden mengatakan pandemi berdampak positif secara keseluruhan pada organisasinya Pengaturan kerja jarak jauh remote working menjadi bentuk perubahan paling umum yang diterapkan. Sebanyak 50% responden di Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka. Respon suatu perusahaan terhadap COVID-19, dalam beberapa hal, telah menghasilkan perubahan pada strategi perusahaannya. Responden dari Indonesia mengatakan bahwa perubahan terhadap sales channel menjadi salah satu dari tiga prioritas utama mereka. Delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis, dan perencanaan darurat. Jakarta, 29 April 2021 - Krisis dapat menjadi bencana besar bagi bisnis Anda - atau bahkan dapat menunjukkan kekuatan, kualitas, dan ketahanan bagi organisasi Anda. Satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, Global Crisis Survey PwC yang kedua mengamati tanggapan dari komunitas bisnis di seluruh dunia terhadap krisis global paling disruptif dalam hidup kita. Lebih dari pemimpin perusahaan yang mewakili berbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara termasuk Indonesia, berbagi data dan wawasan dalam survei tersebut. Global Crisis Survey 2021 adalah survei kedua yang diadakan oleh PwC, setelah survei pertama yang dirilis pada tahun 2019. Survei ini adalah penilaian dari tanggapan komunitas bisnis global terhadap gangguan sosial, ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Survei ini, yang diwakili oleh 112 business leaders di Indonesia, menunjukkan hasil pengamatan dan memberikan potret menarik tentang taktik, alat, dan proses yang diterapkan perusahaan, dan apa yang berhasil, apa yang tidak, dan mengapa. Setahun terakhir telah memperlihatkan bahwa tantangan manajemen krisis bukanlah tentang memprediksi masa depan tetapi menghadapi hal-hal yang tidak dapat diprediksi. Sebuah bisnis harus fokus pada membangun fondasi ketahanan terhadap kondisi apa pun yang akan datang. Persiapan, ketangkasan, rencana tanggap krisis yang terintegrasi, dan ketahanan sangat penting karena perusahaan terus menghadapi krisis Lebih dari 70% responden global, termasuk Indonesia, mengatakan bisnis mereka terkena dampak negatif pandemi dan 20% mengatakan krisis berdampak positif secara keseluruhan pada organisasi mereka. Organisasi yang sukses lebih cenderung mengandalkan tim krisis khusus untuk dapat merespon krisis dengan tepat. Sektor teknologi dan healthcare lebih mungkin terkena dampak positif, sementara sektor pariwisata dan perhotelan mengalami efek paling negatif. Organisasi yang bernasib baik lebih cenderung mengandalkan tim krisis yang berdedikasi untuk mendorong respons mereka terhadap krisis. Tenaga kerja, kegiatan operasional dan supply chain, serta keuangan dan likuiditas adalah area yang paling terkena dampak dengan respons serupa dari Indonesia dan global. “Data dan hasil dari survei menyajikan roadmap yang menarik untuk memikirkan kembali dan memperkuat kemampuan organisasi untuk bertahan,” kata Kristin Rivera, Global Crisis Leader di PwC AS. “Semua mata akhirnya tertuju ke masa depan. Belajar dari bagaimana bisnis merespon krisis adalah langkah pertama yang penting untuk membangun fondasi yang tepat untuk menghadapi apa pun yang dapat terjadi berikutnya. Perencanaan krisis, program ketahanan dan perlindungan serta pertimbangan akan kebutuhan fisik dan emosional karyawan adalah bagian integral untuk bersiap menghadapi hal-hal yang tak terhindarkan.” Survei PwC mengungkapkan bahwa, bahkan dengan tim krisis yang ditetapkan dengan baik, perusahaan memerlukan program manajemen krisis yang tangkas dan yang dapat beradaptasi untuk mengatasi berbagai jenis disrupsi. Hanya 35% organisasi memiliki rencana respon krisis yang “sangat relevan”, yang berarti sebagian besar organisasi tidak merancang rencana bisnisnya untuk menjadi “agnostik krisis” - ciri khas organisasi yang tangguh. Paul van der Aa, selaku Forensic Advisor di PwC Indonesia, mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan hasil Global 7/10, delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia melaporkan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis dan perencanaan darurat. Bahkan di antara para risk leader, angka itu mencapai sembilan dari sepuluh. Ada banyak cara untuk dijalankan, hanya 22% dari responden kami yang merasakan bahwa berbagai fungsi manajemen krisis mereka terintegrasi dengan sangat baik. ” Di masa yang belum pernah terjadi sebelumnya, organisasi mengambil tindakan penting untuk fokus pada kesehatan karyawan dalam menanggapi COVID-19. Organisasi memberikan dukungan mulai dari menerapkan kerja jarak jauh dan protokol keselamatan, sampai membantu karyawan dengan problem pribadinya. Kemampuan untuk beradaptasi, dan mengelola perubahan mendasar dalam cara kita hidup dan bekerja adalah inti dari ketahanan individu dan organisasi. Menanggapi krisis-krisis selanjutnya Dari dampak pandemi, perusahaan harus mempercepat transformasi di area tertentu dan menurunkan prioritasnya di area lain. Dalam hal ketenagakerjaan, kerja jarak jauh adalah perubahan yang paling umum diterapkan, sementara banyak organisasi terpaksa melakukan pengurangan jumlah pegawai. Menariknya, 50% responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka, sementara hanya 39% responden global yang menetapkan kerja jarak jauh permanen. Infrastruktur pendukung dan kapabilitas mengolah data sangat penting, terutama karena kerja jarak jauh memenuhi kebutuhan akan cara pengambilan keputusan yang jelas dan memicu risiko serangan dunia maya. Sebanyak 90% responden Indonesia 75% secara global mengatakan bahwa teknologi telah memfasilitasi koordinasi tim tanggap krisis organisasi mereka. Hampir 70% responden Indonesia menyatakan bahwa mereka telah melakukan formal “after action” review atas tanggapannya terhadap COVID-19, sedangkan hanya 49% responden secara global yang telah melaksanakan review tersebut. COVID-19 tetap menjadi ancaman di masa depan, tetapi masalah organisasi lainnya masih tetap ada. Menurut responden Indonesia, lima masalah utama krisis adalah pandemi global, gangguan teknologi, kejahatan dunia maya, gangguan persaingan atau pasar, dan keuangan atau likuiditas. Menjadi lebih kuat setelah disrupsi Lebih dari 95% pemimpin bisnis, baik di Indonesia maupun global, melaporkan bahwa kapabilitas manajemen krisis mereka perlu ditingkatkan. Untuk merancang rencana penanggulangan krisis strategis, pertama-tama perusahaan harus menunjuk tim penanggulangan krisis yang dapat menyelaraskan rencana krisis dengan strategi, sasaran dan tujuan perusahaan; dan fokus pada peningkatan berkelanjutan dan membangun program ketahanan terintegrasi. Selain itu, perusahaan perlu memahami bahwa program terintegrasi sangat penting untuk melaksanakan respons krisis yang sukses dan untuk membangun ketahanan. Pikirkan secara holistik tentang bagaimana membangun ketahanan, mulailah memecah silo, dan mengintegrasikan kompetensi ketahanan inti. Ketahanan organisasi sangat penting - tidak hanya untuk keberhasilan organisasi, tetapi untuk bertahan hidup. Organisasi harus meningkatkan ketahanan organisasinya, menetapkan prioritas yang strategis, mulai menumbuhkan budaya ketahanan, dan memeriksa respon krisis di seluruh organisasi. Dalam CEO Survey tahunan PwC ke-24, yang diterbitkan awal bulan ini, 76% CEO percaya bahwa pertumbuhan ekonomi global akan membaik pada tahun 2021. Optimisme tersebut sejalan dengan data Global Crisis Survey PwC 2021, di mana tiga dari empat perusahaan yakin dapat berhasil mengintegrasikan apa yang telah dipelajari melalui krisis dan memperkuat ketahanan organisasinya. Sebagai penutup, Paul mengatakan, “Sebagai pembelajaran, responden Indonesia mengubah strategi perusahaan mereka dan sales channel berada di tiga prioritas utama dari perencanaan yang akan dibuat. Para pemimpin bisnis menyadari bahwa fondasi ketahanan dapat membuat perbedaan antara menurun atau berkembang. Ketika periode pasca-pandemi mulai terbentuk dalam beberapa bulan mendatang, organisasi memiliki kesempatan untuk menata kembali peluang masa depannya. Krisis dapat menjadi katalisator yang kuat untuk perubahan positif. " Catatan untuk editor Unduh membaca laporan tersebut di Tentang PwC Indonesia PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah dari jaringan global PwC. Tentang PwC Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 155 negara dengan lebih dari orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi untuk informasi lebih lanjut. © PwC 2021. Hak cipta dilindungi undang-undang.

krisis perusahaan di indonesia